Kumpulan FanFicition Westlife.
Yang mana para tokohnya adalah personil Westlife.

MURNI HANYA CERITA FIKSI SEMATA

Sabtu, 01 Juni 2013

When Revenge Turning into Death


Crossover Westlife dengan Hawaii Five-O


                Shane Filan, Mark Feehily, Brian McFadden, Kian Egan dan Nicky Byrne. Lima serangkai yang sangat di gilai banyak wanita. Ketampanan dan bakat mereka sudah di kenal banyak lapisan masyarakat, baik yang di Eropa, Asia hingga Amerika. Mereka berlima merupakan para pemuda berdarah Irlandia yang tergabung dalam boyband Westlife. Di balik ketampanan dan bakat menyanyi mereka, mereka berlima memiliki rahasia besar yang tidak di ketahui oleh para fans bahkan keluarga mereka sendiri.

                Shane Filan atau FS-102, Mark Feehily atau SH-010, Brian McFadden atau MB-309, Kian Egan atau EK-23 dan Nicky Byrne atau BN-900 adalah Agen Rahasia yang bekerja untuk FAI (Federasi Agen Rahasia Internasional). Tidak sembarangan orang bisa bergabung dalam FAI, hanya orang-orang terpilih saja yang bisa bergabung di FAI. Banyak selebritis dunia juga bergabung dalam FAI, seperti Vin Diesel, Jackie Chen, Jet Lee dan masih banyak lagi. Dan juga, beberapa polisi ternama juga tergabung dalam FAI, salah satunya adalah Steve McGarrett dari Hawaii Five-O. Tugas FAI ini adalah melakukan misi rahasia yang biasanya berbau politik dan sosial. FAI adalah satu-satunya Federasi yang dinyatakan bersih dari suap dan korupsi. Maka dari itu, agen-agennya bukanlah orang sembarangan.


                Di dalam FAI, Shane dkk tergabung dalam Alfa Team yang tergolong kelompok independen yang di ancungi jempol oleh beberapa petinggi. Dan rival Alfa Team adalah Beta Team. Ketua Alfa Team adalah Joe Harley atau HJ-001. Dan Ketua Beta Team adalah Fillius Angroema atau BT-001. Joe dan Fillius sudah di kenal sebagai seorang yang sangat pintar, bertanggung jawab tinggi dan berpengelaman dalam bidangnya.

                Kelima anggota Westlife ini membagi waktu sebaik mungkin antara Training FAI mereka dan dunia pemusikkan mereka. Bagi mereka semua FAI dan dunia musik adalah dua hal yang tidak bisa mereka tinggalkan. Dan melakukan keduanya dengan sepenuh hati adalah kesepakatan tidak tertulis yang di setujui oleh tiap anggota Westlife.

*****
11 September 2004

"Kian, bangun, sudah jam 4 pagi." Teriak salah seorang kru seraya mengoncang-goncangkan Kian.
"Sudah ?! Ini Baru jam 4 pagi, John!" Teriak Kian dalam alam bawa sadarnya.

                John mengela nafas panjang dan beralih ke pria berambut hitam yang tertidur pulas di atas ranjang di samping Kian, "Shane ! Shane ! Bangun." Teriak  John lagi membangunkan Shane.
"Hmmm...." gumam Shane cuek.

                Dan lagi, John mengela nafas panjang dan merutukki nasibnya yang malang karena bertugas untuk membangunkan mereka semua pagi ini. Saat ia memastikan Kian dan Shane sudah bangun dan tengah berebut kamar mandi, John pun beralih ke kamar Brian dan Mark di sebelah, "Ini dia, masalah terberat ku !" John menghela nafas panjang, "Mark! Mark!" John membangunkan Mark seraya mencubit-cubit kakinya.

Brian yang baru keluar dari kamar mandi dengan rambut basah itu pun menyuruh John pergi untuk membangunkan Nicky. Dan mempercayakan tugasnya kepada si pirang tinggi satu ini. John pun hanya bisa pasrah dan memberikan kepercayaan penuh kepada Brian, dan ia pun pergi untuk membangunkan Nicky di kamar lainnya.

Dengan wajah polos nan lugu yang tidak berdosa, Brian mendekati Mark yang sedang tertidur pulas diatas sofa sambil menggosok-gosokkan handuk yang berada di lehernya ke kepalanya yang basah. Lalu berteriak sepanik mungkin "KEBAKARAN KEBAKARAN !!! TOLONG KEBAKARAN !!!" Teriak Brian berusaha sehisteris mungking seraya berlarian di dekat sofa itu.

Ternyata usaha Brian berhasil, "Kebakaran ?!" Mark sontak terkaget dan bangun dari tidurnya.
Tapi, setelah Mark melihat sekeliling dan melihat Brian yang berteriak sambil berlari-lari panik itu. Ia berusaha menenangkan diri dan kembali terlelap.

"SAPI ! Dasar Sapi tulen! Bagaimana kalau kebakaran beneran ?! Sapi !" Oceh Brian tak henti-hentinya seraya berjalan hilir mudik untuk mendapatkan ilham. Tapi tiba-tiba Brian berhenti berjalan, dan senyum polos merekah di wajahnya. Kali ini, Brian mengambil posisi di belakang sofa tempat Mark tertidur dan menggengam erat sofa hitam itu.

Kali ini, Brian menghentakkan kaki dan mengocangkan sofa itu seliar mungkin sambil berteriak, “GEMPA BUMI ! GEMPA BUMI ! SELAMATKAN DIRI MU !”

Dan lagi, usaha Brian berhasil, Mark terbangun dan membuka kelopak matanya dan memandang Brian dengan tatapan bosan, “Gempa Bumi, heh ? In London ?! You’re  f*cking kidding me !” Lalu kembali terlelap lagi.

Brian hanya bisa ternga-nga tak percaya dan berjalan hilir mudik lagi. Dan lagi, senyum yang sama merekah lagi di muka tampannya,  "Maafkan aku, Mark. Tapi tidak ada cara lain lagi." Ujar Brian pura-pura menyesal.

Brian pun pergi ke kamar mandi, dan keluar degan membawa seember air dingin yang telah ia campur dengan sabun mandi. Brian yang bertubuh proposional itu pun dengan sekuat tenaga menyeret Mark yang bertubuh besar bak truk konteiner itu ke arah balkon. Mark masih tertidur saat Brian menariknya ke balkon, Brian meletakkan ‘mayat’ Mark ke tengah-tengah balkon dan berlutut di sampingnya seraya menepuk-nepuk pipi Mark. Brian pun berdiri tegak dan menlakukan pemanasan sebentar. Setelah pemanasan ringan itu selesai, Brian menyirami Mark dengan air dingin yang dicampur sabun tadi ke sekujur tubuhnnya

"F*CK*NG HELL !!!!!!!" Umpat Mark refleks, "What ?! What the hell are you doing Briaaaaaaaaaain !!!" Amuk Mark.
"Morning, Mark. What such a good day, hum ?" Jawab Brian tenang dengan muka polosnya seraya bersandar di pagar balkon.
"Sh*t ! What a f*ck*ng sh*t morning ! it's Sunday !!" gumam Mark dengan sebal dan berjalan ke kamar mandi dengan baju dan rambut yang basah.
“Kita harus pergi rekaman pagi ini, Sapi ! Remember ?” Brian mengingatkan Mark dari balkon dengan suara yang keras, “Setelah itu kita harus pergi ke rapat.” Kali ini Brian mengingatkan depan pintu kamar mandi dengan suara yang lebih kecil. Seperti tidak ingin ada yang tahu apa yang sedang mereka bicarakan.
Roger that !” Jawab Mark dari dalam kamar mandi.
“Aku akan ke bawah untuk sarapan. Lebih capat mandinya !” Brian mengingatkan seraya mengetuk pintu kamar mandi beberapa kali. Yang dibalas oleh gumaman tak jelas dari Mark. Brian menganggap itu sebagai iya dan keluar dari kamarnya.

*****

                Saat Brian baru saja sampai di lantai dasar dan baru saja melangkahkan kaki di luar lift, seorang lelaki tinggi mengenakan pakaian serba hitam mendorongnya kedalam dan menyudutkannya di lift itu.  Lelaki berpakaian serba hitam itu mendekap mulut Brian dengan tangannya yang terbalut sarung tangan wol hitam. Dan mata Brian menangkap suatu gerakan mencurigakan dari lelaki itu, tangannya yang satu lagi menyusup dalam dalam kantong celananya dan mengeluarkan sebuah sapu tangan yang Brian yakini telah di bius. Sebelum terlambat, Brian yang sudah terlatih di FAI untuk hal-hal seperti ini dengan gesit berjongkok lalu berdiri dan menyiku dagu lelaki tak di kenal itu sekeras mungkin dan dengan sigap keluar dari lift itu sebelum pintunya tertutup.

“Fiuuhh !” Brian menghela nafas panjang dan menyeka jidatnya yang bermandi peluh, “Lebih cepat dari saat latihan. Memang benar apa kata orang, situasi merubah semuanya.” Lalu Brian berjalan ke arah Restoran untuk sarapan seraya bersiul santai.

                Brian duduk di meja bundar itu sendirian seraya melihat menu sarapan hari ini. Setelah menentukan pesanannya dan menunggu makanannya disajikan, Brian tiba-tiba teringat tentang lelaki berpakaian serba hitam itu ! Ia lupa memperingatkan keempat sahabatnya yang tidak mengetahui akan lelaki ini ! Dengan buru-buru Brian mengeluarkan poselnya dari dalam saku celananya dan mengubungi nomor ponsel Kian dengan panik, baru saja terdengar nada sambungan telepon beberapa kali. Brian mendengar suara Kian memanggilnya dari kejauhan. Brian berbalik dan melihat Kian, Shane dan Mark berada disana dengan wajah pucat.

                Tanpa berpikir panjang, Brian berlari menghampiri mereka dan menarik mereka semua ke sebuah ruangan meeting yang kosong,”Syukurkan kalian selamat !”
“Kau juga mendapat serangan tiba-tiba itu, Bri ?” Tanya Shane panik.
“Iya ! Aku mendapatkannya saat aku baru saja keluar dari lift. Seorang lelaki berpakaian serba hitam.” Shane, Kian dan Mark pun mengangguk tegang. Dan Brian baru menyadari hilangnya Nicky diantara mereka, “Nicky ! Dimana Nicky !”
He’s gone..” Ucap Shane dengan sedih.
Waa.. what ?! Ha..Ha.. How ?!” Tanya Brian tergagap-gagap.
When three of us were waiting for the lift,suddenly he came up from the lift and he wanted stabbed me with a knife on my neck.” Mark menjelaskan dengan gelisah, “And Nicky came closer to him and punch him on face hard till he fell down. And Nicky told Kian and Shane to find you, but I still shocked and I did nothing ! I’m useless ! So he take Nicky with him.”Mark mengakhirinya dengan air mata yang berusaha di tahan.
It’s okay, Mark.” Brian berusaha menenangkan Mark. Tapi tiba-tiba sebuah asap hitam menyelimuti ruangan itu. Mereka berempat terbatuk-batuk karena tidak sengaja mengirup udara tersebut.
Here.” Shane menaruh sebuah alat ke lubang hidung mereka semua.

                Setelah Shane memasagkan alat tersebut di lubang hidung mereka, mereka bisa bernafas dengan lega tanpa adanya hambatan dari asap hitam itu. Tak berapa lama kemudian, asap hitam itu pelan-pelan menghilang. Dan tiba-tiba Mark terpekik kaget, “Lihat !” Mark menunjuk sebuah botol kaca yang di dalamnya terdapat gulungan kertas yang tidak belum ada disana.

                Brian memungut botol tersebut dan berusaha membuka tutupnya tapi gagal.
“Coba aku yang buka, Bri.” Shane mengambil botol kaca tersebut dari tangan Brian dan berusaha membukanya.
“Shane, kau jangan bermimpi di siang bolong ! Bahkan Brian yang paling besar di antara kita semua saja tak bisa membukanya apa lagi kamu.” Kian melecehkan Shane dengan cengiran.
“Kayak kau mampu saja,” Shane membela diri, “Ini ni ! Coba !” Shane menantang Kian seraya mencondongkan botol itu ke arah Kian.
“Sudah ! Kalian berdua para shorty berisik !” Mark berusaha melerai tapi mala mendapat tatapan sinis dari Shane dan Kian, “Biar aku saja.” Mark cepat-cepat mengalihkan topik dan mengambil botol tadi dari tangan Kian.

                Dengan santainya, Mark berjalan mendekati meja rapat ruangan tersebut dan memukul botol kaca tadi di sisi meja itu.
“Wallah !” Mark memamerkan gulungan kertas tadi ala Chef di TV. Shane dan Kian ternga-nga lebar sedangkan Brian mendekati Mark dan membuka gulungan kertas tadi.

                Matanya menjelajahi permukaan kertas itu, berusaha membaca tulisan super jelek yang tertulis diatas kertas itu. Mata Brian tiba-tiba terbalak saat tengah membaca isi pesan itu. Shane, Kian dan Mark yang menangkap akan ekspresi itu mengelilingi Brian berusaha mengetahui apa isi pesan itu.

“Dari siapa ?”
“Apa katanya ?”
“Apa itu ?”

Brian dilontarkan berbagai macam pertanyaan dari ketiga sahabatnya yang penasaran.

“Aku memperingatkan kalian semua ! si Pirang ini akan aman di tanganku jika kalian tidak melibatkan Polisi atau FAI. Temui aku besok di Paddington Station, tengah hari ! Jangan terlambat, atau aku tidak bisa menjamin keselamatan si pirang ini !” Brian mengakhirinya dengan horor.
“Apa yang dia ingin kan dari Nicky ?” Shane berusaha tenang seraya mengelilingi ruangan itu.
“Dan jangan libatkan Polisi atau FAI ! Bagaimana penculik itu bisa mengetahui tentang keberadaan FAI ?!” Kian berkoar-koar panik.
“Tengah hari, Paddington Station ! Apa mau penculik itu sebenarnya ?” Brian memotong perkataan Mark.
“Kita harus berbuat sesuatu. Tidak polisi tidak FAI.” Shane mengambil kesimpulan.
“Jadi ?” Kian bertanya.
“Kita akan meminta bantuan seseorang.” Kata Shane lagi.
“Siapa ?!” Tanya mereka bertiga bersamaan.
“Pertama yang harus kita lakukan adalah membatalkan semua janji kita. Rekaman dan rapat FAI ! Brian karena mulut mu lah yang paling manis diatara kita semua, ku percayakan ini pada mu. Ayo kita ke mobil ku sekarang !” Shane memimpin rombongan dan pergi ke Parking lot untuk mengambil mobilnya.
                Di dalam mobil, Brian sibuk menelepon, Shane sibuk menyetir, Kian sibuk meneliti surat tadi dan Mark sibuk memperhatikan hiruk pikuk kota London dari jendela mobil BWM Shane.
“Kita akan pergi kemana ?” Mark bertanya dengan nada bosan.
“Bandara,” Jawab Shane singkat, “untuk apa kau memperhatikan surat itu terus, Kian ?” Tanya Shane sambil memperhatikan Kian dari kaca spion.

Merasa di panggil, Kian mendongak dan memandang Shane,“Aku sepertinya pernah melihat tulisan seperti ini. Tapi aku lupa di mana dan siapa.” Kian kembali memerhatikan tulisan jelek itu sambil berusaha mengingat-ingat siapa pemilik tulisan ini.
“Beres ! Aku sudah membatalkan semua janji kita hari ini dan besok.” Ujar Brian bangga seraya memasukkan ponselnya kembali ke dalam kantung celananya.
“Apa alasan mu, Brian ?” Mark bertanya.
“Alasan ku untuk Louis, Mark semalam tampa sengaja mabuk dan kehilangan suaranya. Untuk yang satu lagi, Mark sedang berhibernasi dan tak bisa diganggu.” Brian tersenyum memamerkan giginya seraya melihat kaca spion untuk melihat ekspresi Mark.
“Kenapa harus aku menjadi alasannya ?!” Mark mengamuk.
“Yah, karena Markie yang paling cocok untuk peran ini.” Jawab Brian santai.
“Ahh ! Terserah ! Lebih baik aku tidur !” Kata Mark tak peduli seraya menaikkan resleting jaketnya membenamkan kepalanya keras-keras di jok mobil Shane.
“Hey ! Jok mobil itu mahal !” Shane memprotes tindakan Mark tadi.
“Dia sudah tertidur, Shane.” Jelas Kian di sela-sela ‘penelitian’ tulisannya.

                Shane hanya menghela nafas dan kembali berkonsentrasi pada jalanan. Mobil BMW Shane melaju cepat di jalanan tapi masih di bawah kecepatan minimum. Tak berapa lama kemudian, mereka sampai di Bandara. Shane meminggirkan mobilnya tepat di depan pintu kedatangan internasional. Shane melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobilnya tak lupa mengenakan kacamata hitam kesayangannya. Shane bersandar di mobilnya sambil menyilangkan kakinya, Brian memandang binggung kelakuan Shane yang menunggu di depan pintu Kedatangan Internasional. Tiba-tiba Shane melambaikan tangannya kepada seorang lelaki tinggi yang mengenakan kacamata hitam. Lelaki itu bertubuh atletis dan memiliki jenggot yang pendek. Lelaki itu heran melihat Shane tengah melambai-lambaikan tangannya padanya.

“Steve !” Shane berteriak memanggil lelaki tadi.
“Shane ?” kata Steve tak percaya seraya melepaskan kacamata hitamnya.
“Steve !” Panggil Shane lagi seraya datang menghampiri Steve yang tengah berdiri terpaku melihat kedatangan Shane.
“Shane ?” Katanya lagi.
Hey, mate !” Sapa Shane ramah seraya mengambil koper Steve dan kembali ke mobilnya.
Wwait !” Steve berlari menyusul Shane yang tengah memasukkan kopernya ke dalam bagasi.
“Masuk.” Shane mempersilahkan Steve masuk seraya membukakan pintu untuknya.

                Steve terbenggong-benggong dan masuk ke tempat duduk belakang, dan duduk di samping Kian dengan canggung. Steve memandang canggung Brian yang tengah mencondongkan kepalanya kebelakang untuk melihat Steve,
“Hi ?” Sapa Steve canggung kepada Brian yang di balas oleh senyuman dari Brian.

                Lalu Steve memutar kepalanya dan mendapati Kian tengah sibuk membaca sesuatu dan Mark yang tengah asik tidur. Tapi ia mendapati hilangnya seseorang,
“Dimana pirang yang satu lagi ?” Tanya Steve kepada mereka semua.
“Soal itu..” Shane menjawab sambil memutar kemudinya, “We need you help.
“Apa ?” Tanya Steve kebinggungan, tapi tidak ada orang yang menjawabnya. Hanya suara Plop Plop Plop yang di hasilkan oleh lidah Brian yang tengah bermain di dalam mulut, “Hello !” Steve memanggil dengan kesal. Tapi tetap saja tidak ada orang yang menjawabnya.

                Shane masih berkonsentrasi dalam menyetir, Brian masih sibuk membuat suara Plop Plop Plop, Kian masih berusaha mengingat-ingat sesuatu, dan Mark masih sibuk berkelana di Negeri Mimpi. Selama perjalanan, Steve hanya memilih diam dan menunggu salah satu dari mereka membuka suara. Di dalam mobil, Steve yang bosan setengah mati di temani oleh suara Plop Plop Brian, suara dengkuran kecil Mark, suara gumaman aneh dari Kian dan umpatan-umpatan bahasa Irlandia yang Shane lontarkan saat seorang pemuda melanggar rambu lalu lintas.

                Dua puluh menit berlalu dan mobil Shane masih melaju entah kemana. Steve berusaha berpikiran jernih dan berusaha menenangkan dirinya. Tiga puluh menit berlalu, mobil Shane mulai meninggalkan jalan raya kota London dan memasuki area pinggiran kota. Gedung-gedung tinggi pencakar langit berangsur-angrus diganti oleh rumah-rumah kecil penduduk. Lalu diganti lagi oleh hijaunya pohon dan rerumputan disekitar mereka.

                Steve yang semakin gelisah memberikan pandangan ‘kemana kita pergi’ kepada Kian. Yang ditangkap oleh ujung mata Kian,“Don’t ask me, man. I have no idea.

                Steve melipat kedua tangannya dengan gusar. Satu jam berlalu, dan akhirnya mobil Shane berhenti di sebuah tanah lapang. Lalu Shane menekan sebuah tombol berwarna hitam yang berada di bagian tengah kemudinya. Dan tiba-tiba mobil Shane seperti di tutupi oleh kain hitam dan mobil Shane seperti terhisap dalam tanah. Steve pun mulai menunjukkan ekspresi panik di wajahnya,
Easy, man. Relax.” Shane berusaha menenangkannya.

                Steve berusaha tenang dan memejamkan matanya, tak lama setelah itu mobil Shane tidak lagi tertutupi sesuatu yang seperti kain hitam. Shane keluar dari mobilnya dan mengeluarkan koper Steve dari bagasi.
“Mark ! Bangun !” Kian mengguncang-guncangkan tubuh besar Mark.
“Steve keluar dari mobil.” Pinta Brian padanya yang langsung di sanggupinya tanpa berpikir panjang.

                Saat Steve keluar dari mobil, ia di suguhkan oleh sesuatu yang spektakuler. Steve berada di sebuah ruangan yang terbuat dari besi, metal dan perak.

Welcome to Alfa’s headquater.” Shane memperkenalkan tempat ini kepada Steve yang kebinggungan.
“Apa ?!” Tanyanya tak percaya, “Markas Utama ?!”
“Oh, bukan. Ini markas milik FS-102, SH-010, MB-309, EK-23, BN-900.” Jelas Shane seraya meletakkan koper Steve di sudut ruangan.
“Aku bukan bagian tim Alfa dan aku bukan bagian dari markas ini, aku MS-879. Aku tidak seharusnya berada disini.” Jelas Steve.
“Tapi kami butuh bantuan mu.” Ujar Kian seraya membopong Mark keluar dari mobil dengan bantuan Brian.
“Untuk ?”
“Nicky di culik.” Jelas Brian sedih.
“Oleh ?” Tanya Steve tak percaya.
“Kami tak tahu, tapi sepertinya ini dari penculik itu.” Kian memberikan pesan tadi kepada Steve.

                Steve membacanya dengan sangat kebingunggan. Ia berpikir bagaimana bisa ada orang tidak di kenal yang mengetahui tentang keberadaan FAI.

“Tapi kenapa hanya aku yang bisa membantu kalian ?”
“Karena kau lah satu-satunya orang yang kupercaya.” Timpal Shane seraya menepuk pundak Steve.
“Apa maksud mu ?”
“Five-O memiliki reputasi yang sangat bagus di Hawaii. Bahkan kinerja mu di FAI juga gemilang dan lebih gemilang di bandingkan kami,” Jelas Kian,”Kau mantan anggota SEAL, Steve. Kami tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan mu.”
“Maka dari itu, kami benar-benar butuh bantuan mu.” Brian menambahkan.

                Steve terdiam sesaat dan berusaha mencerna semua perkataan mereka. Ia mengangguk, “Prajurit ! Waktu kita terus berjalan ! Ayo kita mulai !” Steve memerintahkan mereka layaknya seorang prajurit militer.

*****

                Tubuh seorang lelaki berambut pirang tampak diikat dengan tali, mulutnya di plaster dengan lakban hitam dan kedua kaki dan tangannya di borgol. Lelaki itu tampaknya baru saja mendapat hantaman keras di kepalanya. Darah segar menetes di belakang kepalanya, tampaknya si pirang ini siuman. Matanya yang masih tertutup menunjukkan bahwa bola matanya bergerak, dan ia membuka matanya dengan perlahan. Ia mengedipkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan keadaan lingkungan. Cahaya lampu tepat mengenai matanya yang membuatnya agak kesakitan. Setelah merasa agak terbiasa, Nicky mulai melihat keadaan sekitar. Matanya menangkap sesuatu di sebelahnya, ia pun berusaha mengfokuskan pandangannya kepada seorang lelaki yang berada di sampingnya.

“Nicky Byrne,” suara berat seorang lelaki memanggil si pirang, “Atau aku harus memanggil mu, BN-900 ?”
                Mata Nicky melebar karena terkejut, mulutnya yang terlakban itu mengeluarkan suara aneh, seperti umpatan. Lelaki bersuara berat itu tertawa layaknya iblis dari neraka. Nicky tidak bisa melihat wajah lelaki itu, karena penerangan satu-satunya di dalam ruangan ini adalah lampu yang tergantung tepat di atas wajah Nicky.

                Nicky merasakan tangan kekar dan kasar bersentuhan dengan pipinya yang lembut dan dengan cepat tangan itu mencabut lakban yang menempel di mulut Nicky,

“Argghhhh !!” Nicky menjerit kesakitan, karena kumis dan jenggotnya juga ikut tercabut, “What the hell are you doing ?! Who the hell are you ?! Why you took me ?!” Nicky melontarkan beribu-ribu pertanyaan kepada ‘penculik’nya.

                Dan lagi, suarah tawa layaknya iblis itu terdengar lagi,
“ZB-189, aku berani bertaruh kalian tidak akan pernah mengenal ku ! Setelah apa yang aku lakukan untuk FAI dia membuangku ! Menelantarkan ku dan tidak memberikan apa-apa untukku !”
“ZB-189 ?” Nicky mencoba mengingat-ingat nama samaran itu, “Kau ! Kau Blaise Zopber, seharusnya kau sudah meninggal !” Nicky berpekik kaget.
“Jadi, itu apa yang di ajarkan si tua bangka Joe pada kalian ?” Blaise mencibir.
“Kenapa kau menghina ketua kami !” Nicky mengamuk.
“Kau akan mengatakan hal yang sama jika kau berakhir seperti ku !” Teriak Blaise seraya memperlihatkan wajahnya pada Nicky, “Dia membual dan mencelakakan ku untuk di kenang sebagai seorang pahlawan yang hidup ! Dan dia membuat ku tidak bisa menghadiri pesta ulang tahun anak ku !”

                Nicky terpekik kaget melihat dan mendengar perkataa lelaki yang tengah menunjukkan wajahnya yang hancur padanya. Tidak hanya wajahnya saja yang rusak parah, bahkan Nicky bisa melihat luka bekas terbakar pada tangannya yang di tutupi oleh baju berlengan panjang.

“Apa yang kau inginkan diri ku ?”
“Balas dendam…”

*****

“Jadi, coba kalian pikirkan Nicky mempunyai keahlian apa ?” Steve bertanya kepada mereka semua.

                Mereka semua duduk dengan posisi masing-masing dan mencoba mengingat apa keahlian Nicky.

“Bermain bola.” Kata Brian.
“Menari dan pembuat ulanh” Sambung Shane sambil bercanda.
“Kalian lupa sesuatu !” Kian terpekik seraya memukul meja dengan tangannya, “Nicky itu dari devisi Merakit Bom.”
                Semua orang yang ada di ruangan itu kecuali Mark yang masih tertidur memberikan pandangan horor.

“Maksud mu ?” Steve bertanya ragu-ragu.
“Itu hanya persepsi ku. Dan tulisan tangan ini, mirip dengan tulisan seseorang yang pernah ku baca dari buku.” Jelas Kian seraya membentangkan surat itu diatas meja.

                Shane, Steve dan Brian pun mendekatkan kepala mereka kepada untuk ikut meneliti tulisan tersebut.

“Steve, bisa kau tolong bangun kan Mark ?” Brian mengusulkan tiba-tiba.
“Apa susahnya membangunkan orang ?” Steve langsung menyangupinya.

                Steve kembali ke ruangan tempat Shane memakirkan mobilnya. Dan Steve baru menyadari tempat ini seperti kapal ruang angkasa seperti di film-film, bundar, luas dan terbuat dari metal, besi dan perak.

“Mark, bangun !” Steve berjongkok di sebelah tubuh Mark.
“Nggoookkk..” Mark mendengkur.

                Steve tetap saja membangunkan Mark dengan cara normal membangunkan manusia. Tapi Steve yang sudah mulai frustasi membangunkan makhluk ini mengobok-obok laci dan lemari markas ini. Tanpa sengaja Steve menemukan shock-gun. Dengan ragu ia mengambilnya dan menekan tombolnya, tampak sengatan listrik mengalir di ujung alat tersebut. Dengan sangat berhati-hati, Steve kembali  berjongkok di sebelah tubuh Mark dan menyetrum lengan Mark dengan shock-gun.

                Setelah menerima sengatan itu, tubuh Mark menggelepar dan matanya terbuka,
Holy shit !” Mark mengumpat seraya mencari-cari makhluk dari planet manakah yang berani membangunkannya dengan sengata listrik.

                Mark menemukan Steve yang tengah memegang shock-gun di tangannya dengan muka biasa-biasa saja tanpa penyesalan dan rasa bersalah.
“Yo !” Sapa Steve.
“Ya ya yo yo ! Kau pikir aku ini robot apa ?!” Amuk Mark penuh amarah.
“Bukan, ku pikir kau itu Sleeping Cow.” Jawab Steve polos seraya meletakkan kembali shock-gun itu di tempatnya semula dan menyusul Kian dan lainnya di ruangan sebelah.
“Ya ya ya ! Whatever !” Ucap Mark sebal seraya mengekor di belakang Steve.

                Saat Steve memasuki ruangan itu lagi, Steve memberikan sapaan ‘Yo’nya yang biasa dan kembali menyibukkan diri dengan surat itu lagi dengan lainnya.

                Mark yang masih mengantuk itu menguap-nguap seraya ikut ‘menyerbu’ surat itu. Dengan mata berair dan menguap yang di tahan, “Itu tulisan Blaise Zopher.”
“Apa ?!” Kian, Shane, Steve dan Brian terlonjak kaget.
“Itu tulisan tangan Blaise Zopher, tuli !” Kata Mark sekali lagi.
“Blaise ? Blaise Zopher ? Aha !” Kian cepat-cepat berlari ke ruangan lain.
“Bukannya Blaise sudah meninggal. Kau jangan bercanda, Mark.” Ujar Steve tak yakin.
“Terserah.” Jawab Mark singkat seraya mengantamkan bokongnya di sofa empuk di dekat mereka.

                Kian kembali dengan terbirit-birit sambil membawa sebuah buku kumal, tebal dan tua. Dengan tak sabar, Kian membantig buku itu keras-keras diatas meja dan membuka halaman demi halamannya dengan cepat. Mark pun ikut bergabung dengan mereka lagi, ingin melihat apa yang dibawa Kian.

“Nah !” Kian menunjukkan sebuah artikel yang memampangkan seorang lelaki gagah dan tampan dengan Joe, ketua tim Alfa yang tertera disana, “Blaise Zopher atau ZB-189 adalah anggota Alfa Team FAI. Termasuk dalam 5 agen rahasia terbaik di FAI. Meninggal dalam misi penyelidikan teror Gedung WTC ( World Trade Center) di New York, Amerika Serikat yang pada saat itu terdengar sampai telinga petinggi FAI. Sampai sekarang, mayatnya belum di temukan. Joe Harley yang merupakan rekannya dalam misi itu, memberikan informasi bahwa saat pesawat jet penumpang menabrakkan dirinya ke gedung WTC ditambah dengan ledakan hebat dan runtuhnya gedung WTC, Blaise terjebak dan tak bisa keluar. Dan di TKP, di temukan sebuah surat untuk anak perempuan Blaise yang berulang tahun besok.” Kian mengakhirinya dengan horor.

                Kelima pasang mata beraneka warna itu menggerakkan dan memfokuskan pandangan mereka ke sebuah gambar kertas yang setengah tebakar, di kertas itu terlihat beberapa tetes darah segar di atasnya.

Zerella tersayang, selamat ulang tahun sayang. Ayah meminta maaf sebesar-besarnya pada mu. Ayah tidak bisa menghadiri pesta ulang tahun mu. Tidak bisa ikut meniup lilin ulang tahun mu, tidak bisa melihat mu tersenyum meyambut hari ulang tahun mu. Tidak bisa mengecup pipi mu, memeluk mu dan memberikan kado ulang tahun sendiri. Tapi aku harap kamu mengerti, sayang. Ayah akan menyelamatkan dunia ini, Ayah akan menyelamatkan dunia kita sehingga Ayah akan bisa terus meghadiri pesta ulang tahun mu setiap hari. Ayah berharap, kamu mengerti.

                Salam sayang,
                Ayah XxX

                Kelima pasang mata itu sedikit berair saat selesai membaca surat itu. Lautan emosi seraya menenggelamkan mereka.

“Zerella Zopher. Ayo kita lacak keberadaannya.” Steve memberikan komando.
“Brian, kau ahlinya, silahkan.” Kian mempersilahkan Brian bekerja.
“itu mudah !” Ujar Brian seraya duduk di depan komputernya.

                Brian menghidupkan komputernya dan memasukkan kata sandinya. Dan Brian membuka situs Resmi Pemerintahan Inggris.

“Hanya pegawai saja yang bisa mengakses itu.” Kata Steve saat memerhatikan Brian bekerja.
“Diam dan nikmati saja pertunjukkan ini.” Jawab Brian enteng seraya menjilat bibirnya.

                Steve, Mark, Kian dan Shane dengan tegang melihat aksi Brian. Karena jika Brian gagal, Pemerintah Inggris akan langsung tahu dan memblokir akses di komputer Brian sepenuhnya dan akan melacak keberadaan mereka saat itu juga. Dan mereka tidak mau berakhir dalam penjara, terlebih lagi si bocah Hawaii ini. Biarpun mereka pasti bisa mendapat jaminan dari FAI.

“Berhasil !” Sorak Brian gembira saat ia berhasil membobol situs resmi negara ini, “Zerella Zopher, Zerella Zopher.” Brian menjelajahi nama penduduk berawalan ‘Z’ dengan kursornya.
“Itu dia ! Acton Street, Croydon, Nsw 2132. Let’s go !” Kian memberi komando.

                Lalu kelima lelaki itu pun sesegera mungkin kembali ke ruangan pertama tempat Shane memarkirkan mobilnya. Tapi mobil BWM Shane yang tadi sudah berubah menjadi sebuah Van hitam seperti di film-film. Dengan heran, Steve ikut masuk ke dalam Van itu. Betapa terkejutnya dia saat melihat interior Van ini. Berbagai macam komputer, senjata api, rompi anti peluru dan peralatan-peralatan misi FAI juga berada disana. Mark mengambil ahli kemudi sedangkan Brian sibuk mengaktifkan perangkat elektroniknya. Sedangkan Shane dan Kian sibuk mengambil dan memasangkan alat penyadap dan kamera mini padanya.

“Wow wow wow ! Apa yang kalian lakukan ?” Steve menunggu penjelasan mereka.
“Kami berempat tidak bisa ikut masuk bersama mu. Kami Public Figure  ingat ? Dan itu akan membuat FAI di ketahui oleh putri Blaise.” Kian menjelaskan.
“Kau bawa lencana HPD-mu ?” Shane bertanya disela-sela pemasangan alat penyadap padanya.
“Tentu. Ku bawa selalu karena aku membawa senjata kemana-mana.” Jelas Steve seraya mengeluarkan lencana HPDnya.
“Bagus aku harap, pengalaman mu selama di Five-O bisa berguna kali ini.”

*****

                Nicky tengah duduk di depan meja yang di penuhi bahan-bahan untuk merakit bom. Bahkan, Nicky sedang membuat satu.

“Kau tahu, pirang aku hampir saja menangkap orang yang salah tadi. Ku pikir pirang tinggi itu adalah kamu. Tapi untuknya si Pirang tinggi itu bisa lolos dan aku menemukan mu lagi.”
“Kian juga pirang.”
“Benar-benar pirang, bodoh !”
“Ah, terserah. Lagi pula, bisa kau menceritakan bagaimana Joe mencelaka kan mu ?”
“Lelaki tua bangka itu sengaja mengunci ku di dalam toilet dan melepaskan semua alat komunikasi ku. Sampai pesawat itu menghantam gedung. Untung saja Tuhan masih peduli padaku, aku selamat hanya dengan luka ringan yang tidak begitu parah. Aku yakin gedung itu akan runtuh nantinya. Dengan semampu ku aku berusaha turun dari tangga darurat. Dan aku bertemu dengan Joe lagi disana. Aku masih ingat tampangnya saat melihatku berada di tangga darurat bersamanya. Lelaki bermuka dua itu berpura-pura menolongku dan memapahku turun ke bawah. Kami berdua berhasil turun kebawah, aku melihat seorang anak kecil terperangkap dibawah reruntuhan bangunan. Aku berusaha mengeluarkan anak tersebut dan berhasil. Tapi reruntuhan gedung itu jatuh dan menimpa kaki ku. Aku mengeluarkan surat untuk anakku yang ku tulis semalam. Aku memberikan padanya dan menyuruhnya memberikannya pada anakku sekalian untuk mencari bantuan menyelamatkan ku. Si Picik itu menyaggupinya dan keluar dari gedung itu bersama anak kecil tadi. Dan meninggalkan diri ku disana dan ia tak kembali. Ku pikir tak apa aku bisa meninggal hari ini juga, aku cukup puas mengingat anak perempuan ku akan mengenang Ayahnya selamanya sebagai seorang pahlawan. Tapi apa, aku mendapati surah itu tergeletak 5 meter dari ku. Aku ingin mengambilnya, bahkan aku mengorbankan kaki ku, aku menarik kaki ku sekuat tenaga, tulangku patah, tapi aku tetap berusaha menggapai surat itu. Aku berhasil dan aku mencium bau gas, pipa gasnya pasti bocor dan tak lama setelah itu, kobaran api mulai menyala dan meledakkan tempat itu. Bahkan semburan apinya mengenai ku, aku sempat kehilangan kesadaran, tapi aku bisa melihat bayangan anakku memanggil ku dan menarik tanganku. Aku bangkit dan keluar dari pintu yang lain. Dan surat itu tertinggal disana.”
“Aku tak tahu, Joe sejahat dan sepicik itu. Ku kira dia baik.”
“Baik ?! Dia iblis bermuka dua !” Amuk Blaise seraya melempar botol bir yang tengah di minumnya ke dinding.

*****

“Kita sampai.” Terdengar suara Mark memberitahukan mereka dari depan.
“Semoga berhasil, Steve.” Shane, Brian, Kian dan Mark memberi semangat.
“Terima kasih.”

                Steve pun keluar dari mobil Van itu dan berjalan mendekati rumah bertingkar dua yang bercat merah bata. Ia menekan bel rumah itu dan mengetuk pintunya. Pintu itu terbuka, dan seorang wanita cantik berambut coklat datang membukakan pintu, “Em, ada yang bisa ku bantu ?” Tanyanya ragu-ragu saat melihat Steve dari ujung kaki sampai ujung rambut.
“Five-O. Boleh aku masuk ?” Steve menunjukkan lencana HPDnya pada perempuan berambut coklat itu.
“Tttentu !” Jawabya seraya mempersilahkan Steve masuk, “Mau minum apa ?”
“Tak perlu, aku hanya ingin menanyakan beberapa pertanyaan pada mu. Apakah kau Zerella Zopher ?”
“Iiya.” Jawab Zerella tergagap-gagap seraya mempersilahkan Steve duduk.
“Ayah mu, Blaise Zopher ?”
“Iya..” Jawabnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
“Maafkan aku, aku tidak bermaksud mengingatkan mu tentang kejadian 3 tahun yang lalu. Tapi sepertinya ayah mu masih hidup.”
“Apa ?! Bagaimana kau tahu ?!” Zerella terpekik kaget.
“Dia menculik teman ku, aku mempunyai dugaan dia ingin balas dendam dengan seseorang dengan bom.”

“Kau bodoh !” Terdengar suara Brian dari handsfree yang barada di telinga Steve, “Jangan kau beritahu tentang bom itu, bodoh !”

“Ayahmu, sangat sayang padamu bukan ?” Tanya Steve lagi tampa memperdulikan Brian yang tengah berkoar-koar di telinganya.
“Dia sangat sayang padaku, melebihi apapun.” Jawabnya di tengah isakkannya.
“Dan aku yakin kau juga menyayanginya melebihi apapun. Kau pasti tidak ingin ayahmu berada di jalan yang salah bukan ?” Tanya Steve lagi hati-hati dengan suara lembut.
“Tentu saja.”
“Jadi, maukah kau membantu kam- aku ?” Steve tiba-tiba sadar.
“Apa pun itu, asal itu demi kebaikan ayah ku.”
“Besok, jam 9 pagi, aku akan menjemput mu.” Steve mengakhiri pertemuan singkat mereka dan pamit dengan Zerella.

                Steve masuk ke van itu lagi dan di sambut oleh segelas air putih dari Kian.
“Terima kasih.” Jawabnya singkat seraya meminum semua air putih itu sampai habis.
“Ki, ayo kita lepaskan.” Shane mengajak Kian melepaskan semua alat penyadap itu.
“Sekarang, semoga Nicky tidak bodoh.”
“Apa maksudmu Steve ? Dan kenapa kau tidak mendengarkan instruksi kami ? Dan kenapa kau mengajak Zerella besok ?” Brian bertanya dengan emosi yang di tahankan.
“Aku bertindak sesuai instingku, tidak ada orang yang bisa mengatur ku.” Jawabnya ketus.

                Melihat Brian ingin memperpanjang pertengkaran ini, Shane memberikan Brian pandangan ‘hentikan pertengkaran ini’ padanya.

*****

“Sudah jam berapa sekarang ? Aku lapar dan haus. Coke ku sudah habis.” Rengek Nicky seraya mengocok-ngocok botol Coke nya yang kosong.
“Jam 12 malam. Ambil saja di kulkas. Aku harap bom ini sudah siap besok pagi ! Awas kalau tidak aku akan menembak mu !” Balas Blaise seraya bersiap untuk tidur.

                Nicky tidak memperdulikan ocehannya dan dengan susah payah menyeret kursinya ke arah kulkas karena kaki dan badannya terikat keras di kursi. Saat Nicky membuka kulkas, ia menemukan roti lapis dan melahapnya langsung. Ia juga menemukan banyak coke di dalam kulkas, dan dengan tak sabar Nicky membuka sebotol dan meminumnya dalam sekali teguk. Ia mengambil 2 botol lagi dalam kulkas dan mulai bekerja.

12 September 2004
07:00 AM

“Bangun, pirang !” Suara serak yang sama membangunkan Nicky, “Kita harus pergi sekarang.”
“Aku mau ke toilet ! Aku sudah tak tahan !”

                Blaise melirik 3 botol coke yang kosong di lantai dan memutar bola matanya dengan bosan.
“1 menit !” Blaise pun melepas ikatan Nicky.

                Secepat kijang, Nicky berlari ke toilet. Blaise menunggunya selesai dengan tali ditangannya bersiap untuk mengikatnya lagi saat Nicky selesai. Dua menit Blaise menuggu di luar, tapi Nicky masih belum keluar juga. Tiga menit, empat menit dan lima menit berlalu, Nicky masih belum keluar juga. Blaise mulai frustasi dan menendang pintu toiletnya hingga terbuka. Ia berteriak saat menyadari Nicky melarikan diri dari jendela kamar mandi yang sudah di ledakkan. Tapi Blaise tidak panik, mengingat bom yang di rakit Nicky sudah selesai. Dengan wajah sumringah, ia mengangkat bom itu dengan hati-hati berserta denganremotenya juga. Ia meletakkannya hati-hati di kursi penumpang mobil nya dan melaju cepat di jalanan kota London menuju Paddington Station.

*****

                Pukul 7.30 mereka sudah mulai bergerak dari Markas Tim Alfa menuju rumah Zerella. Steve sendirian dengan mengendarai mobil Shane pergi menjemputnya dengan mereka membuntutinya dari belakang dengan Van hitam semalam. Sebelum pergi, Steve sudah di pasangi oleh rompi anti peluru, alat penyadap, kamera mini dan berbagai macam pistol yang tidak akan terdeteksi oleh detektor logam.

“Heh ! Lihat ! Lelaki pirang yang duduk disana !” Mark menunjuk seorang lelaki yang tengah duduk di kursi taman.
“Itu, itu kan Nicky !” Pekik Brian senang, “Hentikan mobilnya, Markie !”

                Mark pun menghentikan mobilnya dan Brian turun untuk menjemput Nicky. Setelah pembincangan yang lumayan panjang, Brian kembali dengan Nicky. Dan Nicky di banjiri oleh pelukan dari teman-temannya.

“Kita harus cepat ke Paddington Station !” Nicky memberikan perintah.
“Markie ! Tancap Gas !” Shane memberikan komando.
“Siap, kapten !” 

                Mark pun menancap gas dan mengendalikan setir sebaik mungkin. Selama perjalanan, Nicky menceritakan semuanya. Mulai dari Joe yang jahat sampai kenapa Blaise menculiknya. Tentu saja Brian, Mark, Kian dan Shane tak percaya mendengarnya. Tapi akhirnya mereka percaya juga dan mereka bertukar cerita tentang meminta pertolongan dari Steve.

“Kita sampai dan itu mobil mu, Shane.” Mark menunjuk ke arah mobil BMW milik Shane yang terparkir di seberang jalan.
“Brian, aku ingin bicara dengan Steve.” Nicky meminta microphone yang terhubung dengan alat komunikasi yang berada di telinga Steve.

“Steve, ini aku Nicky. Aku berhasil kabur dan aku akan menjelaskannya nanti. Tapi yang pasti kau harus cepat mencari Blaise sebelum terlambat. Aku sudah merangkai bom untuknya yang jelas ia akan balas dendam kepada Joe, Ketua Tim Alfa. Aku cepat waktu kita tidak banyak lagi !”

                Steve setelah mendengar apa kata Nicky pun segera bertindak, “Perubahan rencana. Ayo !” Steve mengajak Zerella keluar dari Mobil dan mereka bersama-sama masuk ke dalam Stasiun.

                Steve dan Zerella berpencar mencari dimana kira-kira keberadaan ayah Zerella. Mereka sudah 2 jam mengelilingi stasiun itu dan masih belum menemukan apa-apa. Jam besar di stasiun itu sudah menunjukkan pukul 11:35 waktu mereka semakin menipis.

                Tiba-tiba Nicky teringat sesuatu, “Toilet !” Pekik Nicky tiba-tiba, “Brian ! Bilang kepada Steve untuk mencarinya di Toilet !”

                Brian pun mengangguk dan segera memberi tahukan Steve untuk mencarinya di Toilet.

*****

                Joe Harley, ketua tim Alfa yang di segani setiap orang, baik di FAI maupun di lingkungan masyarakat. Baik di Inggris mau pun di Amerika namanya selalu diingat semua orang. Joe Harley yang berhasil menyelamatkan seorang bocah kecil dari tragedi 11 September.

                Joe, hari itu akan berpergian ke suatu tempat dengan kereta api. Dan ia sedang berada di Paddington Station. Dan sialnya, Joe sedang berada di dalam toilet. Dan tiba-tiba, pintu toilet itu tertutup dan terkunci, “Well well.. Lihat siapa yang berada di sini ? Ohh bukan kah ini adalah Joe Harley ? Pahlawan itu ? Seorang yang telah menyelamatkan seorang anak kecil, TAPI MENCELAKAKAN TEMANNYA SENDIRI !”
“Bbbb.. Blaise ?”
“Yah, Joe ! Aku Blaise ! Teman mu yang kau celakakan 3 tahun yang lalu ! Bahkan surat untuk anakku saja kau tidak berikan padanya ! Makhluk apa kau ini ?!” Amuk Blaise seraya mendekatkan dirinya pada Joe.
“Aku.. aku.. aku bisa jelas kan.” Ujar Joe dengan muka pucat dan berkeringat.
“Tak ada yang perlu kau jelas kan ! Setelah bunyi bel berbunyi, nyawa mu akan berakhir juga !” Blaise tertawa layaknya seorang iblis.

“10.. 9… 8.. 7..,” Blaise menghitung mundur seraya melirik jam tangannya dengan dengan remote pemicu bom di tangannya, “ 6.. 5.. 4..,” Blaise mulai mendekati pintu dan tengah membuka kunci pintu tersebut. “3…. Selamat tinggal, Joe Harley… 2…”
“Tidaakkkkkkk !!!! Ayahhhh !!!” Terdengar suara teriakkan seorang wanita dari kejauhan seraya berlari mendekati ayahnya.
“Zzz..Zerella ? Zerella ? Itu kamu sayang ?!” Ucap Blaise tak percaya seraya memeluk erat anaknya.
“Ayah..” Zerella terisak dalam pelukan ayahnya yang sangat di rindukannya, “Ayah, aku mohon jangan kau meledakkannya.” Zerella memohon.
“Tapi karena dia lah, ayah tidak bisa menghadiri pesta ulang tahun mu, sayang.” Blaise bersikukuh.
“Tapi sekarang kau sudah bertemu dengan ku. Kau bisa merayakan pesta ulang tahun ku hari ini, ayah.” Zerella terus terisak, “ Aku mohon ayah.”

                Steve berada tak jauh dari mereka, ia bersiaga dengan pistolnya di tangan, berjaga-jaga jika lau Zerella tidak berhasil membujuk ayahnya. Ia tak memiliki pilihan lain jika hal itu sampai terjadi.

“Apa pun untuk mu, apa pun untuk mu sayang…” Blaise pun menempatkan kecupan di dahi anak perempuannya.

“Dor ! Dor ! Terdengar suara tembakan.

                Dengan panik Steve mengarahkan pistol ke Blaise dan bersiap untuk menembaknya, tapi ternyata yang tertembak itu adalah Blaise. Mata Steve melebar dan dengan cepat berlari mendekati Blaise.

“Ayah ?” Zerella merasakan ayahnya mulai oyong dan ambruk di lantai, “Ayah !!!!!!!” Zerella berteriak histeris, “SOMEBODY PLEASE CALL AMBULANCE !!” Zerella berteriak.

                Steve yang panik memberikan pertolongan pertama pada Blaise, “PANGGIL AMBULANS BODOH !” Steve berteriak dengan alat komunikasinya.  Steve terus berusaha menyelamatkan Blaise sebisa mungkin dengan peralatan seadanya.

“ss..sudah.. cukupp…” Blaise menyingkirkan tangan Steve darinya, “aa.ku tidak akan bisa di selamat kan lagii.”
“Ayah ! Apa maksud mu ?! Kau pasti bisa selamat ! Ambulans akan segera datang !”
“Maafkan ayah, sayang. Aku bukanlah ayah yang baik untuk mu. Aku bukan orang yang pantas untuk menjadi ayah mu.”
“Henti kan itu ! Kau adalah ayah terbaik yang pernah ku miliki ! Kau pahlawan ku, ayah !” Kata Zerella sambil terisak.
“Zerella, sayang. Selamat ulang tahun, maaf ayah tidak bisa menemani mu lagi untuk selamanya. Ayah tidak bisa melihat mu lulus sekolah dan menikah. Maafkan ayah mu ini. I… Love… you.., sweetheart.” Blaise pun mengakhiri kata-katanya dengan mata tertutup dan air mata yang meluap dari kelopak matanya.
“AYAAHH!!!!!!!!!!!” Zerella menangis semakin keras dan terus saja mengoncang-goncangkan tubuh ayahnya.

                Steve yang tak sanggup melihat ini, pun memeluk Zerella. Zerella menangis dan terus berteriak di dalam pelukan Steve.

“Mau kabur setelah apa yang kau lakukan padanyaa, hum ? Kau harus bertanggung jawab, tua bangka !” Ujar Steve penuh emosi seraya mengeluarkan pistolnya dari dalam kaus kakinya dan menembakkannya ke balakang tanpa melirik ke belakang.

“DOR !” Terdengar lagi suara tembakkan, dan suara jatuhnya sesuatu yang berat.

                Ternyata tembakkan Steve tepat mengenai tulang kering Joe yang membuatnya ambruk ke lantai. Tak lama setelah itu, Polisi dan ambulans datang.

                Steve memberikan penyataan kepada para polisi perihal kejadian ini. Hampir saja Steve di tangkap karena salah paham. Untungnya Steve dengan sigap mengeluarkan lencana Kepolisian Hawaii nya.

*****

“Untung saja, bom itu tidak di ledakkan. Kalau sampai di ledakkan lebih dari 1 nyawa akan pergi hari ini.” Ucap Kian bijak.
“Kau benar, mate.” Shane menyetujuinya.
“Aku sangat kasihan pada Zerella. Ia merasakan sakit yang sama 2 kali.” Kata Brian penuh rasa prihatin.
“Ngomong-ngomong soal bom, Nico. Kenapa kau sangat bodoh merakitkan 1 untuknya ?” Mark memprotes.
“Itu bukan bom, tolol !” Nicky membela diri, “Itu peledak coke.”
“Maksud mu ?!” Mereka semua bertanya dengan penuh emosi.

                Merasakan akan segera di hajar oleh kawan-kawannya, Nicky menjauhi mereka dan mendekati pintu, “Itu aku tidak berikan mesiu sedikit pun. Itu murni Coke yang bisa meledak dan tidak berbahaya, palingan juga cuma menghasilkan suara yang besar… Bye !” Nicky buru-buru melesat keluar dari Van.

“NICKYYY !!!” Brian, Shane, Kian dan Mark berteriak bersama-sama.

-------------------------------------------------------

Hey Guys ! Maaf ya sudah lama gak begitu aktif mengupdate blog ini :D
Jadi FF ini adalah FF yang aku ikut lombakan dalam sebuah lomba di 'Westlife Author' Naskah ini masih MURNI sama seperti yang aku kirim untuk mengikuti lomba. Jadi masih ada salah-salah penggunaan bahasa indonesia, penggunaan awalan dan lain-lain sebagainya :)

Ditunggu review-nya ya Xx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar